::

Navbar Bawah

Search This Blog

Pages

Selasa, 01 Mei 2012

Pengalaman ibu dengan bayi BBLR yang dirawat di inkubator

Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) menurut World Health Organization(WHO) tahun 1961 adalah semua bayi baru lahir yang berat badannya kurang atau sama dengan 2500 gram (1). Berat lahir adalah berat bayi (tanpa memandang masa gestasi) yang ditimbang dalam 1 (satu) jam setelah lahir (2). Setiap tahun di dunia diperkirakan lahir sekitar 20 juta bayi berat lahir rendah (3). Dalam laporan WHO yang dikutip dari State of the world’s mother 2007 (data  tahun 2000-2003) dikemukakan bahwa 27% kematian neonatus disebabkan oleh Bayi Berat Lahir Rendah. Namun demikian, sebenarnya jumlah ini diperkirakan lebih tinggi karena sebenarnya kematian yang disebabkan oleh sepsis, asfiksia dan kelainan kongenital sebagian juga adalah BBLR (4).
Masalah berat lahir rendah (kurang dari 2500 gram) sampai saat ini masih merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas perinatal (5). BBLR merupakan penyumbang utama angka kematian pada neonatus. Menurut perkiraan WHO, terdapat 5 juta kematian neonatus setiap tahun dengan angka mortalitas neonatus (kematian dalam 28 hari pertama kehidupan) adalah 34 per 1000 kelahiran hidup, dan 98% kematian tersebut berasal dari negara berkembang (6). Secara khusus angka kematian neonatus di Asia Tenggara adalah 39 per 1000 kelahiran hidup (7).
Di Indonesia Angka Kematian Bayi (AKB) masih tinggi, sekitar 56% kematian terjadi pada periode yang sangat dini yaitu di masa neonatal. Sebagian besar kematian neonatal terjadi pada 0-6 hari (78,5%) dan prematuritas merupakan salah satu penyebab utama kematian. Target Millenium Development Goals (MDGs) 2015 adalah menurunkan Angka Kematian Bayi (AKB) kelahiran hidup menjadi 23 per 1000 kelahiran hidup. Sedangkan hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007, AKB masih 34/1.000 kelahiran hidup (8). Penyebab utama kematian neonatal adalah bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) sebanyak 29% dan insidensi BBLR di Rumah Sakit di Indonesia berkisar 20%. Kejadian BBLR di daerah pedesaan atau rural sebesar 10,5% dan sebagian besar BBLR meninggal dalam masa neonatal (9).
Masalah perinatal yang paling sering terjadi pada bayi baru lahir di Indonesia disebabkan oleh Asfiksia, infeksi, hipotermi,dan BBLR (10). Periode setelah lahir merupakan awal kehidupan yang tidak menyenangkan bagi bayi. Hal tersebut disebabkan oleh lingkungan kehidupan sebelumnya (intra uterin) dengan lingkungan kehidupan sekarang (ekstra uterin) yang sangat berbeda. Proses penyesuaian kehidupan dari uterus ini merupakan masa yang sulit bagi bayi dimana masa transisi ini merupakan fase kritis bagi kehidupannya (1).
Kematian perinatal pada bayi berat badan  lahir rendah 8 kali lebih besar dari bayi normal pada umur kehamilan yang sama. Prognosis akan lebih buruk lagi bila berat badan makin rendah. Angka kematian yang tinggi terutama disebabkan oleh seringnya dijumpai kelainan komplikasi neonatal seperti asfiksia, aspirasi pneumonia, perdarahan intrakranial, dan hipoglikemia. Bila bayi ini selamat kadang-kadang dijumpai kerusakan pada syaraf dan akan terjadi gangguan bicara, IQ yang rendah, dan gangguan yang lainnya (11).
Bayi dengan BBLR termasuk dalam kelompok neonatus resiko tinggi. Istilah neonatus resiko tinggi menyatakan bahwa bayi harus mendapatkan pengawasan ketat oleh para dokter dan perawat yang telah berpengalaman karena neonatus ini memiliki kemungkinan lebih besar untuk mengalami kematian atau menjadi sakit berat dalam masa neonatal. Untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian neonatus, maka perlu sekali kita mengenali neonatus dengan resiko tinggi sedini mungkin (12). Kehidupan bayi biasanya berakhir di ruang perawatan intensif neonatus sebagai akibat berbagai morbiditas neonatus (13).
Bayi baru lahir yang membutuhkan perawatan medis intensif akan dirawat dalam suatu unit khusus dari rumah sakit yang disebut dengan Neonatal Intensive Care Unit (NICU). Kebanyakan bayi yang dirawat di NICU adalah bayi prematur, BBLR, dan yang memiliki kondisi medis tertentu sehingga memerlukan perawatan (14). Ruangan NICU adalah ruang perawatan intensif untuk bayi yang memerlukan pengobatan dan perawatan khusus, guna mencegah dan mengobati terjadinya kegagalan organ-organ vital (15). NICU merupakan ruangan khusus yang menggabungkan teknologi canggih dan tenaga kesehatan profesional terlatih untuk memberikan perawatan khusus dan intensif bagi bayi baru lahir. Bayi-bayi yang dirawat di NICU umumnya adalah bayi dengan risiko tinggi. Bayi risiko tinggi adalah bayi yang mempunyai kemungkinan lebih besar untuk menderita sakit atau kematian daripada bayi yang lain. Istilah bayi risiko tinggi digunakan untuk menyatakan bahwa bayi memerlukan perawatan dan pengawasan ketat (1).
Perawatan bayi di NICU bertujuan untuk mempertahankan kesejahteraan fisik dengan dibantu mesin pernapasan dan inkubator (16). Bayi yang lahir prematur atau bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) biasanya akan dimasukkan ke dalam inkubator sebelum dinyatakan cukup sehat untuk dibawa pulang. Namun, penanganan terhadap bayi dengan kebutuhan perawatan khusus ini kelak bisa memengaruhi tumbuh kembang anak. Hal itu terutama pada pertumbuhan otak dan emosi, apalagi inkubator memisahkan kontak fisik dan emosi antara bayi dan orangtuanya (17).
Di Indonesia, perawatan BBLR masih memprioritaskan pada penggunaan inkubator tetapi keberadaannya masih sangat terbatas. Hal ini menyebabkan morbiditas dan mortalitas BBLR menjadi sangat tinggi, bukan hanya akibat kondisi prematuritasnya, tetapi juga diperberat oleh hipotermia dan infeksi nosokomial. Di sisi lain, penggunaan inkubator memiliki banyak keterbatasan. Selain jumlahnya yang terbatas, inkubator membutuhkan biaya perawatan yang tinggi, serta memerlukan tenaga terampil yang mampu mengoperasikannya. Selain itu, dengan menggunakan inkubator, bayi dipisahkan dari ibunya, hal ini akan menghalangi kontak kulit langsung antara ibu dan bayi yang sangat diperlukan bagi tumbuh kembang bayi (18).
Perawatan BBLR merupakan hal yang kompleks dan membutuhkan infrastruktur yang mahal serta staf yang memiliki keahlian tinggi sehingga seringkali menjadi pengalaman yang sangat mengganggu bagi keluarga (19). Mereka harus secara bersamaan selain menghadapi kebutuhan mereka sendiri dan keluarga (terutama bila ada anak lain), juga kebutuhan bayinya. Selain itu, keadaan dan kondisi yang berbahaya dapat terjadi pada bayi mereka dapat menimbulkan kecemasan dan ketidakpastian. Keluarga dengan BBLR dihadapkan pada krisis ganda dan perasaan bingung mengenai tanggung jawab, ketidakberdayaan, dan frustrasi (20).
Orang tua terutama ibu pasti menginginkan dapat melahirkan bayi yang sehat, cukup umur, dan dengan berat badan di atas 2500 gram. Namun ada kalanya hal ini tidak bisa tercapai. Bayi dengan prematur dan BBLR harus dirawat di Rumah Sakit untuk mendapat penanganan dengan baik dan hati-hati, karena semua alat tubuhnya belum sempurna. Begitu lahir bayi prematur harus ditaruh di tempat yang keadaannya seperti di kandungan perut ibunya yang hangat agar suhunya tetap stabil, karena jika suhu tubuhnya rendah bisa menyebabkan kematian karena semua metabolismenya terganggu. Setelah bayi dibersihkan akan ditaruh di inkubator untuk mempertahankan suhu tubuh yang normal. Lama atau tidaknya bayi dirawat di inkubator tergantung kondisi masing-masing bayi (21).
Selama BBLR dirawat di Rumah Sakit, orang tua harus terlibat dalam perawatan bayi. Terkadang ada orang tua yang tidak mengerti apa yang harus dilakukan ketika bayinya dirawat. Perawat maupun dokter biasanya mengharuskan kedua orang tuanya datang setiap hari ke RS untuk memberikan sentuhan kasih sayang pada bayinya. Bagaimanapun juga bayi bisa merasakan sentuhan dan belaian orang tuanya. Dan ini ada baiknya untuk ikatan emosional bayi dengan orang tua. Orang tua pun harus membelai bayinya yang berada di inkubator dengan memasukkan tangannya lewat tempat khusus tangan. Ini bila bayi belum tahan dengan suhu di luar atau masih menggunakan alat-alat bantu. Orang tua harus dalam kondisi sehat menghindari bayi terkena infeksi. Orang tua pun harus menggunakan baju khusus yang disediakan pihak rumah sakit dan membersihkan tangannya, baik sebelum maupun sesudah memegang bayinya (21).
Frekuensi kedatangan orang tua terutama ibu ke rumah sakit adalah tergantung orang tua bayi masing-masing dan pihak rumah sakit. Rumah sakit memiliki peraturan tersendiri dalam jam berkunjung. Orang tua pun tidak bisa selama 24 jam karena mereka pun memerlukan istirahat (21). Studi pendahuluan yang dilakukan dengan seorang ibu yang memiliki bayi yang sedang dirawat di ruang perinatologi RSUD Kota semarang, ibu mengatakan setiap hari bergantian dengan suami datang ke rumah sakit untuk memberi ASI pada bayi. Ibu mengatakan sesudah menjenguk bayinya, pada saat malam hari pasti tidak bisa tidur dan tidak nafsu makan. Ibu terlihat fokus kepada kondisi bayinya dan merasa khawatir jika berat badan bayinya tidak naik.
Pengalaman adalah sesuatu yang dirasakan (diketahui, dikerjakan), juga merupakan kesadaran akan suatu hal yang tertangkap oleh indra manusia (22). Ibu yang memiliki bayi dengan BBLR yang mengharuskan bayi untuk dirawat di rumah sakit memiliki berbagai pengalaman baik itu menyenangkan, mengharukan, maupun menyedihkan. Pengalaman tersebut dapat dijadikan sebagai pelajaran berharga bagi seseorang dan dari pengalaman akan lebih mudah beradaptasi apabila ada kejadian serupa.
DAFTAR PUSTAKA

  1. Surami, Asrining. 2003. Perawatan Bayi Resiko Tinggi. Jakarta: EGC
  2. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). 2004.  Bayi Berat Lahir RendahDalam :Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Ed I. Jakarta
  3. Department of Reproductive Health and Research, World Health Organization. 2003. Kangaroo mother careA practical guide. 1st ed. Geneva : WHO
  4. WHO, Departement of Child and Adolescent Health and Development. 2007.State of the world’s mother. http://www.who.int/child-adolescent-health/OVERVIEW/CHILD_HEALTH/map_00-03_ world.jpg.  Diakses tanggal 12 Desember 2011 pukul 07.00 WIB.
  5. Anonim. 2007. Hubungan Antara Pertumbuhan janin Intrauterin, Berat Badan, dan Usia Gestasi pada Kehamilan Kembar.http://digilib.unsri.ac.id/download/BBLR.pdf. Diakses tanggal 9 Desember 2011 pukul 15.09 WIB
  6. WHO.  1996. Perinatal  Mortality.  Report  No.:  WHO/FRH/MSM/967.  Geneva:  WHO
  7. Darmstadt GL, Bhutta ZA, Cousens S, Adam T, Walker N, Bernis L. 2005. Evidence-based,  cost-effective  interventions:  how  many  newborn  babies  can  we  safe?. Lancet.
  8. Kemenkes RI, Dirjen Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak. 2011. Manajemen Bayi Berat Lahir Rendah untuk Bidan dan Perawat. http/://www.gizikia.depkes.go.id/…/Buku-Panduan-Peserta-Manajemen-BBLR-untuk-Bidan-di-Desa.pdf . Diakses tanggal 10 Desember 2011 pukul 07.15 WIB
  9. Eka Rahayu Purwanto.  Masalah BBLR di Indonesia. http://eka-punk.blogspot.com/2009/05/masalah-bblr-di-indonesia.html. Diakses pada tanggal 10 Desember 2011 pukul 08.00 WIB
  10. Maryunani, (1995). Buku Saku Asuhan Bayi Baru lahir Normal. Jakarta : TIM.
  11. Mochtar, R., 1998. Sinopsis Obstetri. Edisi 2. EGC, Jakarta.
  12. Jumiarni, dkk., 1995. Asuhan keperawatan Perinatal, EGC, Jakarta.
  13. Purwanto  E.R.,  2009.  Masalah  BBLR  di  Indonesia. http//emedicine.medscape.com Diakses tangga 11 Desember 2011 pukul 11.05 WIB
  1. Lucile Salter Packard Children’s Hospital. 2006. The Neonatal Intensive Care Unit (NICU).http://www.lpch.org/DiseaseHealthInfo/HealthLibrary/hrnewborn/nicuintr.html. Diakses tanggal 12 Desember 2011 pukul 15.00 WIB
  2. RSIA Bunda.  NICU/PICU. 2009.http://www.bunda.co.id/rsiabundajakarta/nicu.php. Diakses tanggal 12 Desember 2011 pukul 12.00 WIB
  3. Bell. Michele. 2008. The Effects of Prematurity on Development: Process Studies: The Premature Birth. http://www.prematurity.org/research/prematurity-effects1c.html. Diakses tanggal 12 Desember 2011 pukul 14.00 WIB
  4. Fazriyati, Wardah. Rabu, 7 Juli 2010 pukul 08:30 WIB. Inkubator Berdampak pada Psikologis Anak.http://female.kompas.com/read/2010/07/07/0830430/inkubator.berdampak.pada.psikologis.anak. Diakses tanggal 12 Desember 2011 pukul 10.00 WIB
  5. Depkes RI. 2008. Perawatan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dengan Metode Kangguru. http://buk.depkes.go.id/index.php?option=com_docman. Diakses tanggal 6 Desember 2011 pukul 18.00 WIB
  6. Mew  AM,  Holditch-Davis  D,  Belyea  M,  Miles  MS,  Fishel  A. 2003. Correlates  of depressive symptoms in mothers of preterm infants. Neonatal Netw ; 22(5): 51-60.[Medline]
  7. Wong, Donna L. 2006.  Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Ed. 6. Jakarta : EGC
  8. Kurniasih, Dedeh. 2005. Si Prematur Masih Harus Dirawat. http://www.tabloid-nakita.com/Khasanah/khasanah04158-11.htm. Diakses tanggal 12 Desember 2011 pukul 15.05 WIB
  9. Notoatmodjo. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.


    sumber : http://nezfine.wordpress.com/2012/02/02/pengalaman-ibu-dengan-bayi-bblr-yang-dirawat-di-inkubator/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar